Cincin Hijau Beruang 1

Teeeeettttt..

Bel istirahat berbunyi.

Dua orang anak dengan seragam putih dan celana merah keluar dari kelas itu.

'Zi, temenin gua yuk jajan.' Kata seorang anak dengan topi merah di kepalanya.

'Ayok, gua sih ikut ajah. Der.' Celetuk anak berambut cepak dengan seragam yang sama.

Derma ini adalah cerdikiawan (hee, bukan, bukan). Derma adalah temen SD gua, sesuai sama namanya, Derma, anaknya sedikit dermawan. Bokapnya memiliki usaha servis AC dan dia lumayan diberikan uang jajan lebih. Sering diledekin juga sama temen-temen karena bokapnya punya rambut panjang sepunggung yang sering diikat menyerupai ekor kuda dan suka jemput Derma pulang naik Vespa. Harusnya keren. Tapi, temen-temen sekelas ajah yang suka rese menggambarkan bokapnya Derma sama kaya preman galak yang suka malakin orang. 

Gua pernah kok nganterin Derma pulang ke bengkel bapaknya buat minta duit, bapaknya menyapa dengan baik ke gua. Gak yang tiba-tiba melotot ke gua, trus mencengkeram kerah seragam gua sambil bilang 'SERAHKAN UANG KAMU !!' terus gua langsung ngerogoh kantong gua sambil bilang 'SAYA GAK JAJAN, OM HARI INI!'

Oke, itu berlebihan.

Skip.

Dia kalo jajan mainan royal banget. Tiap tukang mainan di sekolah jualan apa ajah dia selalu beli. Buku sticker Digimon yang harus dikumpulin koleksinya, beli. Jual mobil mainan Tamiya, dibeli. Untungnya, tukang mainan gak pernah jualan mobil mahal kaya Ferrari. Kasian, bokapnya Derma nanti harus potong gundul sama jual Vespa demi memenuhi kebutuhan anaknya.

Gua  juga seneng temenan sama dia karena dia baik terhadap teman. Gua bukan orang yang temenan karena memandang harta. Apalagi dengan uang jajan gua yang lebih sedikit dari dia, itu tetap membuat gua bersyukur dan tidak memanfaatkan dia buat jajanin gua, kecuali dia memang niat sedekah kepada orang yang membutuhkan, gua mendaftarkan diri.

Jarak dari kelas ke tukang mainan cukup dekat, secara, tukang mainan di kantin sama kelas gua cuma berjarak beberapa langkah dan di pisahkan hanya dengan tembok setinggi dada anak manusia kelas 5 SD. Kami pun berjalan kaki kesana menggunakan kaki kami sendiri. (Yaiyalah). 

Sesampainya di tukang mainan, Derma langsung memilih-milih. Kebetulan sekali, ternyata yang lagi hype disana adalah lotere cincin beruang. 

Jadi, itu adalah lotere dengan harga lima ratus rupiah berbentuk kotak berisi cincin plastik dihiasai kepala beruang berbagai macam warna dan didalamnya juga ada kertas berisi nomer hadiah. Apabila, nomernya sesuai dengan hadiah yang disiapkan, maka kita bisa mendapatkan hadiah menarik. Walaupun hadiahnya mainan juga sih, bukan jalan-jalan ke Honolulu. Tapi, buat anak-anak di masa itu hadiah mainan tersebut sangatlah menarik.

Derma sibuk memilih dan mengkocok-kocok satu-persatu kotak lotere yang dia ingin beli, sebenarnya tidak berpengaruh juga, sih. Tapi aku jadi membayangkan sekarang, keren juga kalo Derma sebenernya pesulap, setelah dikocok-kocok kotaknya, pas dibuka isinya hilang. Atau pas dibuka kotaknya keluar arisan nyokapnya Derma, atau yang lebih keren lagi pas dibuka kotaknya yang keluar abang tukang mainannya. Mungkin, Derma akan diusir dari sekolah karena dianggap penyihir.

Forget it.

Akhirnya, seperti selesai mencari harta karun, Derma sudah memilih satu kotak yang dia yakini mungkin bisa menjadi keberuntungan terbesarnya. Dengan senyum yang mengembang, dia membukanya.

Dan ternyata, hasilnya adalah,

Dia mendapat cincin beruang warna hijau beserta kertas putih bernomor lima. Dan itu bukanlah nomer yang sama dengan hadiah utama.

'Yah, dapetnya ginian, nih cincinnya buat lu ajah." Kata Derma sambil memberikan cincin tersebut. 

'Lu gamau? yaudah' gua terpaksa ambil cincin tersebut memasukkannya ke kantung seragam sembari berpikir "buat apa juga ya cincin ini ?, dijual juga gabisa.."

Melihat gua yang mengambil dengan ikhlas cincin yang diberikan Derma, membuat temen-temen lain disekitar tukang mainan ikut memberikan cincin penuh kekecewaannya ke gua.

'Nih buat luh'.
'Nih buat luh juga'.

Alhasil, terkumpul banyak cincin memenuhi saku seragam gua.

Derma yang masih disertai dengan ekspresi kecewa,  bersikeras untuk mencoba lagi dengan sisa uangnya. Gua pun yang nggak mau menghabiskan uang dua ribu rupiah gua, bingung berlama-lama disitu dan memutuskan untuk kembali duluan ke kelas.

Perjalanan ke kelas dipenuhi kesibukan melihat-lihat koleksi cincin gua. Mungkin, kalo ini beneran berharga, gua merasa seperti Bapak Hotman Paris. 

Herdi, temen cowok gua yang agak kemayu lewat, dia nanya,

'Itu apaan, Zi?'

'Cincin, lu mau?' tanya gua, menawarkan koleksi gua.

'Boleh deh, Satu' jawabnya.

Akhirnya, dia mengambil salah satu cincin beruang berwarna merah seraya pergi sambil mengucapkan terimakasih.

Ternyata, ada juga ya yang mau mengambilnya, kalau begitu gua pamerin ajah ya sisanya siapa tau ada yang mau ngambil juga.

Disaat gua sibuk dengan pikiran dan sisa koleksi cincin ditangan gua. Tiba-tiba, sekitar delapan langkah sebelum menuju pintu kelas, keluarlah sosok tersebut. Sosok indah seorang anak gadis keturunan, dengan mata sipit, kulit putih mulus, disertai bulu halus pendek disekitar lengannya. Senyumnya yang menawan, dengan perangai yang aktif, didukung pula tubuh semampai untuk ukuran anak seumurannya. Menjadikannya, sosok anak perempuan yang menjadi perbincangan hangat diantara kaum anak laki-laki di kelas gua. 

Ya, dia Yolan, orang yang menarik buat gua semenjak kelas empat semester akhir di SD ini. Dia berjalan menuju kearah gua sambil berbicara santai dengan teman satu geng hitsnya (yang gua tidak perhatikan, karena semua perhatian teralihkan ke senyumnya Yolan kala itu).

Tunggu, tunggu.. HA!?

DIA JALAN KEARAH GUA!?

Terus gimana kalau dia ngeliat semua cincin hasil lotere ditangan gua !?, imej gua bakalan hancur.

apalagi kalo dia beranggapan gua adalah pemuda kemayu yang suka mengoleksi aksesoris !!? ini tidak boleh dibiarkan, apa gua ngumpet trus pura-pura jadi tembok !? 

Ditengah semua lamunan pikiran yang bertabrakan dan mengganggu kinerja sistem otak gua untuk mengambil tindakan nyata.

Suara yang nyaman didengar membuyarkan lamunanku.
 
"Ih lucu ya, banyak banget.. dapet darimana?" tanya Yolan sambil melihat koleksi cincin yang berserakan ditangan gua.

Gua jawab dengan jawaban yang aman,

"Oh ini, dapet dari temen" dengan muka datar dan sok stay cool. "Kalau mau ambil ajah" kata gua lagi meneruskan.

"Oh gitu, yaudah gua ambil satu, ya. Makasih ya, Zi." sambil mengambil salah satu cincin beruang berwarna hijau. Temen di sampingnya (yang sekelas sama gua, tapi ngeblur di pikiran gua karena fokus gua teralih) juga ikut ambil. Dan akhirnya, mereka pergi menuju kantin untuk jajan.

Gua setelah memperhatikan punggung mereka menghilang, berbalik menuju kelas lalu duduk terdiam di kursiku dan entah kenapa langit hari ini terasa lebih cerah dari biasanya. 

Teeeeeett...

Bel istirahat berbunyi, waktu istirahat habis, para murid berbondong-bondong kembali ke kelas. Begitu juga, dengan sosok indah tersebut dengan dihiasi cincin hijau beruang yang kuberikan masih tersemat di jari manisnya.

Aku yang memandang dari kejauhan, hanya bisa melihat sisa cincin plastik beruang ditangan ku, dengan warna hijau yang sama dengannya, memasukkannya ke saku, bersamaan dengan perasaan yang harus dipendam agar tetap terlihat stay cool dan bisa beradaptasi dengan sekitar.

Hanya hal kecil sih, 
Tapi entah kenapa, sisa jam pelajaran hari itu terasa lebih menyenangkan.

Bersambung.









 







Komentar

Anonim mengatakan…
607

Postingan populer dari blog ini

Tentang Langit Pt. II

30 Oktober

Masakini