Tuesday, 8 January 2019
Hujan
Suatu hari, hujan datang menyapa jendela rumahnya yang saban hari diterpa debu dan panas. Termenung ia ketika melihat bahwa hujan datang membawa gelap. Ditariknya secarik kertas dan ia menulis,
"Hujan, apa yang sedang kau pikirkan sehingga hadirmu dihiasi dengan sendu?"
Lalu ia menempelkan kertas tersebut di jendela, dimana tulisannya itu menghadap ke luar.
Tak lama kemudian, terdengarlah ketukan berirama yang berasal dari jendela tersebut. Terkejut ia ketika melihat bahwa seekor burung kecil mematuk-matukkan paruhnya tepat kearah tulisannya dengan membawa sepucuk daun. Lekas dibukanyalah kaca jendela dan mengisyaratkan burung kecil itu untuk masuk.
Akhirnya masuklah burung tersebut dan masih terbang hendak mencari alas nyaman untuk dipijak. Ia terus memperhatikan gerak-gerik tamu kecilnya ini. Sampai akhirnya burung itu berpijak tepat di kasurnya. Bulunya basah dan sayapnya terlihat lemah. Kepalanya terus menoleh ke kiri dan kanan untuk memastikan keadaan.
Daun yang masih berada diparuhnya itu dilepaskan begitu saja seolah tidak berarti apa-apa. Kemudian, burung itu terbang kembali lewat jendela.
Sontak Ia bingung apa yang sedang terjadi dengan hewan udara ini.
Diperhatikan secara seksama daun yang barusan dibawa burung itu.
Ia baru menyadari bahwa ternyata daun itu berukuran cukup besar. "Hebat sekali burung itu mampu membawanya" pikirnya.
Tanpa berpikir panjang, dibuangnyalah daun tersebut dan ia kembali menutup jendelanya.
Tak disangka-sangka, ketukan yang sama kembali terulang. Tentu ia merasa seolah-olah ini de-javu. Dihampirinya jendela dan dilihatnya burung yang sama persis dengan daun yang sama. Bergegas ia membuka jendela dan membiarkan burung itu masuk kembali. Keadaan semakin aneh ketika burung itu memperagakan tingkah yang sama seperti kedatangannya yang pertama. Tubuhnya masih basah dan sayapnya pun lemah. Setelah ditaruh daun tersebut, kemudian burung itu pergi.
Ia buru-buru mengambil daun yang sudah dibuangnya itu dan mengumpulkannya bersamaan.
Satu jam berlalu,
Tidak ada tanda-tanda apapun dari luar jendela.
Dua jam,
Masih sama.
Tiga jam,
Ia masih setia menanti kedatangan burung itu yang sudah mengorek rasa penasarannya.
Empat jam,
Matahari sudah memancarkan sinarnya dan ia memutuskan untuk berhenti. Daun yang digenggamnya diletakkan di atas bukunya. Kemudian ia beristirahat.
Malam pun tiba dan ia masih terlelap. Tiba-tiba ia dikagetkan oleh teriakan ibunya yang membangunkannya.
"Cepatlah bangun. Kita harus bergegas."
Dengan lemas ia bangkit dari tempat tidurnya dan menyiapkan diri. Beberapa menit kemudian, ia sudah siap.
"Mengapa malam begini perginya?" tanyanya dalam hati.
Tibalah ia beserta ibunya menuju taman yang sangat populer di daerah setempat. Pertanyaan-pertanyaan yang belum terselesaikan sejak siang tadi masih melekat dipikirannya. Semuanya terakumulasi hingga detik ini.
Hingga ia melihat sebuah pohon yang sangat aneh. Pohon itu berdiri tegak namun tidak memiliki daun. Sontak ia langsung memikirkan daun dari seekor burung itu.
Keesokan harinya, ia mengambil daun itu dan menempelkannya kembali ke batang pohon aneh itu. Ia memiliki harapan tersendiri mengenai pohon itu. Apabila tetap bertumbuh maka selalu ada mujizat jika kita percaya dan berusaha. Setelah menunggu beberapa hari dan minggu. Hingga suatu ketika hujan pun datang kembali.
Tapi kali ini hujan datang tanpa sendunya. Entah sudah dibawa oleh angin atau memang sudah tenggelam bersama fajar.
Ia pun berniat untuk melihat perkembangan pohonnya itu. Ternyata daunnya sudah menghilang, namun muncul sebuah pohon kecil tetap disamping pohon itu.
Akhirnya ia menyimpulkan bahwa mungkin hujan datang bersama kesedihan dan membuat sebuah kehidupan sirna, tapi dibalik itu semua ketika ia datang kembali dalam bentuk yang berbeda, hujan tetap bersikap adil dan membentuk kehidupan yang baru. Burung itulah perantaranya.
Ia hanya berharap burung itu selalu singgah menemani hari-harinya dan memberikan banyak makna hidup lainnya.
:)
Komentar