Cerita Lepas : "What If The Weekend Bikin Cerpen"

"Panggil Namaku Sekali Lagi"

Aku pernah menjadi tempatmu pulang.
Bukan rumah, mungkin. Tapi ruang.
Ruang yang kau datangi saat langit terlalu berat.
Ruang yang kau tinggalkan begitu matahari kembali hangat.

Aku mengingatmu seperti lagu yang tak pernah selesai diputar.
Berputar, berulang, tapi tidak pernah utuh.

Namamu: Nadine.
Seindah sore yang sempat mampir tapi tak pernah tinggal.

Waktu itu kau datang dengan mata sembab dan suara patah.
"Aku capek," katamu.
Dan aku, tanpa banyak tanya, membiarkanmu runtuh di pelukanku.
Kau tidak mencintaiku. Tapi aku mencintaimu cukup untuk dua orang.

Kau bilang, "Jangan jatuh cinta sama aku."
Tapi bagaimana bisa aku tidak jatuh,
saat kau datang seperti hujan setelah musim kering yang panjang?

Aku memberimu semua yang bisa kupunya:
Waktu, luka, bahkan bagian dari diriku yang tak semestinya kubagi.
Kau tidak meminta—tapi kau juga tidak menolak.
Dan aku bodoh karena mengira itu berarti sesuatu.

Sampai akhirnya kau sembuh.
Dan seperti yang kulihat dalam banyak cerita,
orang yang sembuh jarang tinggal di tempat mereka pernah terluka.

Kau pergi.
Dan aku tidak menahanmu.
Bukan karena ikhlas—tapi karena tahu,
jika aku memanggil namamu,
kau tetap tidak akan menoleh.

Tapi…
kalau suatu saat dunia terlalu dingin,
dan semua tempat terasa asing,
aku hanya ingin kau tahu:

Kau boleh panggil namaku.
Sekali saja.
Dan aku akan datang,
meski aku harus membakar diriku sendiri agar kau merasa hangat kembali.

Akhir.
Atau mungkin hanya bayangan dari sesuatu yang tidak pernah dimulai,
tapi juga tak pernah benar-benar berakhir.

(backsound halus mulai terdengar, seperti gema dari ruang yang pernah penuh)

🎵
So call out my name (call out my name)
When I kiss you so gently…
I want you to stay (I want you to stay)
Even though you don't want me…
🎵

Lagu memudar.
Tapi namanya tetap tinggal.
Seperti luka yang terlalu indah untuk dilupakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Langit Pt. II

Happy Hakteknas

Masakini