Cerita Lepas : "Kupu-Kupu🦋"
Di sudut taman belakang rumahnya, Nara duduk memandangi kepompong kecil yang tergantung di ranting. Sejak pertama kali menemukannya seminggu lalu, ia datang setiap hari. Bukan karena ia menyukai serangga—justru sebaliknya. Tapi ada sesuatu tentang kepompong itu yang membuatnya merasa… dimengerti.
Nara baru saja lulus SMA. Semua orang seolah sudah tahu mau ke mana: kuliah di universitas impian, jadi content creator, nikmati waktu luang jalan-jalan ke luar negeri. Tapi Nara? Ia hanya merasa kosong. Dunia di luar terlalu keras, terlalu cepat, dan terlalu penuh tuntutan.
Ia merasa seperti ulat yang kehilangan arah—makan daun hanya karena itu yang orang suruh, merangkak di tanah sambil berharap tidak diinjak.
"Kalau jadi kupu-kupu sesulit ini, kenapa semua orang memaksa kita untuk cepat-cepat terbang?" gumamnya.
Hari itu, langit cerah dan angin berhembus pelan. Saat ia kembali duduk di dekat kepompong, Nara terperangah. Retakan kecil mulai muncul. Perlahan, sayap basah berwarna biru kehijauan keluar. Kupu-kupu itu menggeliat, berjuang dengan seluruh tenaganya.
“Kenapa harus sesakit ini?” bisik Nara. Ia ingin membantu. Ingin membuka cangkang itu dan menarik keluar kupu-kupu mungil itu agar tidak menderita.
Tapi ia ingat sesuatu yang pernah dibacanya: "jika seseorang membantu kupu-kupu keluar dari kepompong, ia takkan pernah bisa terbang"
Karena perjuangan itu—rasa sakit, kesendirian, dan tekanan dari dalam—adalah bagian dari proses menguatkan sayapnya.
Dan untuk pertama kalinya, Nara mengerti.
Mungkin, dirinya juga sedang jadi kepompong. Mungkin diamnya, bingungnya, ketidakpastiannya—bukan kegagalan. Tapi ruang. Waktu. Sebuah proses untuk membentuk sayap.
Ia duduk lebih lama, menyaksikan kupu-kupu itu perlahan mengepakkan sayapnya, lalu terbang. Tidak terburu-buru. Tidak sempurna. Tapi cukup kuat untuk melayang di udara.
Nara tersenyum. Mungkin ia belum siap terbang sekarang. Tapi itu bukan berarti ia tidak akan pernah bisa.
***
"Metamorfosis sempurna bukanlah proses cepat. Ia dimulai dari bentuk yang paling sederhana, paling rapuh. Gen Z seperti Nara hidup di tengah tekanan untuk tahu segalanya, jadi segalanya, dan melaju secepat dunia. Tapi menjadi kepompong bukan berarti gagal. Itu adalah bagian penting dari menjadi sesuatu yang baru"
Komentar